Opium (Part III)

Sejarah Opium di Indonesia




Bunga opium (poppy), yang dalam bahasa Latin disebut Papaver somniferum, memang tidak ditanam di Pulau Jawa, melainkan didatangkan dari daerah lain Diduga dari Turki dan Persia.  Disebutkan saudagar Arab membawa masuk candu kewilayah ini, meskipun tidak di temukan bukti-bukti yang lain yang menunjukan sejak kapan candu mulai di perdagangkan di Jawa. Meski begitu, orang Jawa ditengarai sudah menggunakan opium jauh sebelum kedatangan Belanda. Setelah orang Belanda mendarat di Pulau Jawa, pada akhir adad ke-17, mereka bersaing keras dengan pedagang Inggris untuk merebut pasar opium di Jawa.

Candu merupakan komoditas penting yang pada awalnya di perebutkan bersama Inggris, Denmark, Dan Belanda, tetapi  kemudian Belanda yang memenangkan monopoli perdagangannya, sedangkan pelaksananya adalah para elite China di Jawa.



Pada 1677, Kompeni Hindia Timur Belanda (VOC) memenangkan persaingan ini. Kompeni berhasil memaksa Raja Mataram, Amangkurat II, menandatangani sebuah perjanjian yang menentukan. Isi perjanjian itu adalah: Raja Mataram memberikan hak monopoli kepada Kompeni untuk memperdagangkan opium di wilayah kerajaannya.

Setahun kemudian, Kerajaan Cirebon juga menyepakati perjanjian serupa. Inilah tonggak awal monopoli opium Belanda di Pulau Jawa. Hanya dalam tempo dua tahun, lalu lintas perdagangan opium meningkat dua kali lipat. Rata-rata setiap tahun, sekitar 56 ton opium mentah masuk ke Jawa secara resmi. Tetapi, opium yang masuk sebagai barang selundupan bisa dua kali lipat dari jumlah impor resmi itu. Sejak tahun1619 - 1799 VOC bisa memasukkan 56.000 kg opium mentah setiap tahun ke Jawa. Dan pada 1820 tercatat ada 372 pemegang lisensi untuk menjual opium.
Pada awal 1800, peredaran opium sudah menjamur di seluruh pesisir utara Jawa, dari Batavia hingga ke Tuban, Gresik, Surabaya di Jawa Timur, bahkan Pulau Madura. Di pedalaman Jawa, opium menyusup sampai ke desa-desa di seantero wilayah Kerajaan Surakarta dan Yogyakarta. Di Yogyakarta saja terdapat 372 tempat penjualan opium.

Penikmat candu tersebar di berbagai kalangan dan meluas di Jawa khususnya Jateng dan Jatim. Pada papan atas, candu dikonsumsi sebagai gaya hidup, disuguhkan sebagai tanda kehormatan bagi tetamu dirumah para bangsawan Jawa dan China, tetapi kelompok masyarakat lain juga menjadi pecandu, meskipun kebanyakan mengonsumsi candu kualitas rendah.

Mereka adalah kaum pengembara musisi, seniman teater rakyat, pedagang keliiling dan tukang upahan di perkebunan yang memakai candu untuk menikmati  sensasi khayali, merjut mimpi dan mengurangi prhal - pegal di badan.

Dikalangan para seniman yang haru begadang karena pekerjaan, misalnya sinden dan dalang, penari, pemain teater, candu diyakini dapat membuat mereka kuat terjaga dan tetap bugar.
Namun di Banten dan di tanah Pasundan, jumlah pecandu tidak besar. Budaya, moral dan agama islam yang kuat di kalangan masyarakat telah menjadi benteng yang memagari  opium di wilayah tsb.
Di kalangan kaum bangsawan, opium bahkan memberikan corak tertentu pada gaya hidup yang sedang berkembang. Opium dipandang sebagai peranti keramah-tamahan dalam kehidupan bermasyarakat. Di pesta-pesta kalangan atas, sudah menjadi kewajaran jika para tetamu pria disuguhi opium.
Permukiman Cina, yang semula hanya terpusat di sepanjang pesisir utara, pada pertengahan abad ke-19 mulai menyebar ke kota-kota pedalaman Jawa. Bahkan, justru kawasan pedalaman inilah yang kemudian berkembang menjadi lahan subur bagi para bandar opium. Pasar opium paling ramai terletak di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Bandar opium Surakarta, misalnya, bersama wilayah Keresidenan Kediri dan Madiun, Jawa Timur, selalu menghasilkan pajak opium tertinggi bila dibandingkan dengan wilayah lainnya. Sejak awal abad ke-19 hingga awal abad ke-20, kawasan itu juga mencatat rekor jumlah pengguna opium, dibandingkan dengan wilayah mana pun di Pulau Jawa.

Peringkat kedua diduduki oleh penduduk yang bermukim di wilayah pesisir: Semarang, Rembang, hingga Surabaya. Tapi, di peringkat yang sama juga tercatat kawasan pedalaman Yogyakarta, dan wilayah Keresidenan Kedu. Kemudian disusul wilayah Batavia, hingga pantai utara bagian timur, Rembang, Tuban, Besuki, Pasuruan, Probolinggo, Madura, juga pedalaman Ponorogo.









Sempat ada larangan resmi memperdagangkan opium di wilayah tsb dan Banten menutup perdagangan opium pada awal abad 19, meskipun demikian pasar gelap candu dapat ditemukan.
James R Rush juga menuliskan terjadi penyelundupan opium di Riangan pada waktu itu dan ketika kemudian Belanda berhasil membuka perdagangan di wilayah tsb, jumlah pemakainya jauh lebih kecil dibanding dengan wilayah Surakarta, Yogyakarta, Kediri, Madiun, Rembang, Kedu, Psuruan, Probolinggo bahkan juga di  eks karesidenan Besuki jauh di timur

Seorang dokter inggris, Thomas Syndenham pada 1680 pernnah menulis. "Diantara semua obat - obatan yang disediakan bagi manusia atas perkenan Tuhan, tidak ada yang semanjur dan seuniversal opium untuk meringankan penderitan."

Secara klinis, Morfin sampi sekarang adalah obat yang paling unggul untuk menghilangkan rasa sakit dan di pergunakan sebagai pengobatan resmi, meskipun penyalahgunaan juga meluas diseluruh pelosok dunia.

Karakter analgesik opium yang dapat meredakan rasa sakit diragukan meyebabkan benda itu disukai orang Jawa terutama mengingat fasilitas layanan kesehatan yang tidak memadai, lingkungan tinggal yang tidak sehat sehingga banyak penyakit merebak di antara penduduk seperti diare, malaria, tipus, campak, demam biasa hingga malaria, tuberkolosis, menghilamgkan letih lesu bahkan mengobati penyakit kelamin.

Dikalangan para seniman yang haru begadang karena pekerjaan, misalnya sinden dan dalang, penari, pemain teater, candu diyakini dapat membuat mereka kuat terjaga dan tetap bugar.

Sempat ada anggapan bahwa candu dapat meningkatkan vitalitas, gairah seksual dan eforia, sampai - sampai tertulis dalam syair Jawa Suluk Gatoloco buah karya priyaji Jawa yang menguasai tradisi dan mistik.

Tersebutlah tokoh dalam syair itu, Gatoloco, berwujjud kelamin laki - laki yang membentengi diri dengan menelan opium dan merasakan kekuatan candu yang memabukan itu menyebar keseluruh tubuh dan membuat kekuatannya kembali.


Pemakaian candu semakin meluas, dampak negatif juga terlihat cukup termasuk dari pamakaian uang yang cukup besar untuk belanja candu, bahkan juga dikelas pekerja buruh.

Tetapi, pandangan orang jawa terhadap candu tidaklah seragam. Pada masa itu pun sudah ada kelompok anti candu yang berjuang untuk memeranginya dan menabukan candu dengan memasukannya pada larangan "molimo" yaitu ajaran moral yang melarang kaum laki - laki berbuat lima kegiatan yang berlawanan dengan kata M, yaitu Maling(mencuri), Minum(alkohol), Madon(main perempuan), Main (berjudi) dan Madat(menghisap candu).


Larangan Paku Buwono II

Pada masa itu, mengisap opium seperti menjadi ciri umum kehidupan kota dan desa. Opium dipasarkan bahkan sampai ke tengah masyarakat desa yang tergolong miskin. Pesta panen, misalnya, seringkali dibarengi dengan pesta candu. Bahkan dalam hajatan pernikahan, tak jarang tuan rumah menyediakan candu untuk para tetamu yang dikenal sudah biasa menghirup madat. Para pemimpin desa pun dijamu dengan cara ini.

Opium masuk ke dalam kehidupan masyarakat Jawa tanpa memandang pangkat dan derajat. Candu dijajakan dari rumah ke rumah. Hampir di setiap desa ada pondok tempat mengisap opium. Orang Jawa membeli opium dengan duit yang didapat dari memeras keringat sebagai petani, pedagang, buruh, dan kuli perkebunan. Padahal, penghasilan seorang buruh pada 1885 rata-rata hanya 20 sen per hari.

Sementara itu, belanja opium rata-rata orang Jawa pada masa itu mencapai 5 sen per hari. Artinya, sekitar seperempat pendapatan dijajankan untuk opium. Diperkirakan, satu dari 20 lelaki Jawa mengisap opium hanya sebagai kenikmatan sesaat, tak sampai terjerat menjadi pecandu. Ibarat kata, kedudukan opium pada masa itu mirip dengan posisi rokok pada masa kini.

Tapi, ada juga manusia Jawa yang membelanjakan hingga 20 sen per hari hanya untuk opium. Karena itu, tidaklah mengherankan bila banyak orang Jawa yang jatuh papa lantaran opium. Mulai insaf akan ancaman obat bius ini, pada abad ke-18, Raja Surakarta, Paku Buwono II, bertekad melarang semua keturunannya mengisap opium.

Larangan itu, rupanya, ibarat gaung jatuh ke lembah. Terdengar selintas angin, lalu lenyap ditelan kegelapan. Sebab, pada masa pemerintahan Paku Buwono IV, 1788-1820, Raja Surakarta ini menerbitkan buku Wulang Reh, yang berisi ajaran tentang perilaku. Dalam buku yang berisi tembang, dan sangat populer di kalangan orang Jawa, itu sang raja mengingatkan rakyatnya jangan sampai terjerat candu.

Di kalangan masyarakat Cina pada masa itu, mengisap opium malah bisa dikatakan sudah menjadi semacam ”kebudayaan”. Baik untuk kalangan yang tinggal di kota besar, maupun di kota kecil dan pedesaan. Para hartawan Cina menikmati opium di rumah mereka, atau di klub-klub opium yang bersifat eksklusif. Sedangkan Cina miskin mengisap opium di pondok-pondok opium umum, bersama penduduk setempat.

Di pihak Belanda juga tumbuh gerakan etis sejak 1880, yang di lakukan untuk meningkatkan kemakmuran warga (termasuk Pribumi). Pieter Brooshooft misalnya mengeluarkan Memorie yang menyerukan pengurangan pajak pada orang pribumi, dan proyek-proeyk yang dapat memajukan pertanian rakyat.

Pada tahun 1899 C. Th Deventer membujuk pemerintah Belanda untuk membayar utang kehormatan sebagai ganti rugi atas sikap mengabaikan penduduk di wilayah jajahan, disusul dengan pernyataan resmi Ratu Wilhemina pada 1901 yang menyatakan penyesalan atas hilangnya kesejahteraan penduduk Jawa.

Tahun-tahun etis ini ditandai dengan perluasan kesempatan pendidikan bagi penduduk, dan upaya perbaikan kesejahteraan lainnya termasuk peraturan mengenai peredaran candu.

Belanda membentuk suatu lembaga khusus yang diberi nama Regi untuk meluruskan kesalahan pada masa lalu. Sejak itu semua urusan opium di pusatkan di ibukota, juga pabrik-pabrik opium yang dulu tersebar du daerah dan dikuasai para bandar yang menghasilkan produksi dengan varian luas baik dari kualitas maupun citarasa, kini di pusatkan di Batavia dalam bentuk produksi yang seragam.

Birokrasi dalam pembuatan dan peredaran mulai diterapkan juga untuk mengantisipasi penyalahgunaan, dan banyak orang terpelajar bergabung dalam regi hingga di tingkat daerah.

3 komentar:

  1. RAIH KEMENANGAN TIADA BATAS SETIAP HARI...
    Bersama Kami Di Situs WWW,KAS99.COM
    Situs Permainan Poker & Domino Paling Terpercaya Di Indonesia
    Yang Selalu Memberikan Kemenangan Kepada Member Setiap Hari



    Hanya Dengan Min Deposit / Withdraw Rp. 20,000
    Bossku Sdh Bisa Bermain 8 Games Hanya Dengan 1 USER ID



    Games Yang Tersedia :
    1. Poker
    2. Bandar Poker
    3. DominoQQ
    4. AduQ
    5. BandarQ
    6. Capsa Susun
    7. Bandar Sakong
    8. Bandar66

    Ayo Buktikan Bahwa Anda Bisa Menang Dan Menjadi JUTAWAN KAS99.COM

    Contact Person :
    BBM : 55A9CFF6
    WA : +85598791608
    PATH : KASQQ
    FB ; KASQQ
    IG ; KASQQ_CS
    Live Chat : 24 Jam

    Login Site :
    WWW.KAS99.ORG
    WWW.KAS99.INFO
    WWW.KAS99.COM
    WWW.KAS99.NET

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Situs KAS99 sudah Kami UPGRADE menjadi situs VIP
    VIPKASQQ.COM

    Menjadi member VIP
    Userid yang sudah terdfartar otomatis jadi VIP
    Bermain di meja VIP
    Berkesempatan BESAR untuk menang BESAR di meja VIP
    :D :D :D :D :D

    Jangan Tunda lagi. Daftar dan bergabung lah menjadi member VIP dari VIPKASQQ
    Jadi lah pemenang di VIPKASQQ

    Contact Person :
    BBM : 55A9CFF6
    WA : +85598791608
    PATH : KASQQ
    FB ; KASQQ
    IG ; KASQQ_CS
    Live Chat : 24 Jam

    Login Site :
    HTTP://WWW*VIPKASQQ.COM
    HTTP://WWW*VIPKASQQ.NET
    HTTP://WWW*VIPKASQQ.ORG
    HTTP://WWW*VIPKASQQ.INFO
    (Hapus Tanda *)

    BalasHapus